Kamis, 04 November 2010

SK DPP PAN YANG DITERBITKAN KEMENKUMHAM TIDAK SAH

SK Menkuham Diduga Tidak Syah
Hukum PAN
Oleh : Zulkarmedi Siregar

* No.26/25 - 31 Oktober 2010

*
Ketua Umum DPP PAN terpilih Hatta Radjasa, didampingi Sekjen Zulkifli Hasan di Kongres ke-3 PAN, di Batam (ANTARA/Ismar Patrizki )
SK Menkuham yang mengesyahkan AD/ART dan kepengurusan PAN Periode 2010-2015 dinilai cacat hukum. Kubu PAN Hatta Radjasa enggan menanggapi.

Dunia politik memang penuh dinamika. Dalam dunia politik tidak ada kawan atau musuh yang abadi. Hari ini menjadi kawan, besok hari sudah menjadi musuh. Kepentinganlah yang abadi. Itulah yang kini terjadi di tubuh Partai Amanat nasional (PAN). Dulu sama-sama berjuang mendirikan partai, kini harus menghadapi realitas, berseberangan karena perbedaan kepentingan.

Lama tak terdengar, perseteruan dan dualisme kepengurusan Partai Amanat Nasional (PAN) antara PAN Junaedi Cs versus PAN Hatta Radjasa, hingga kini ternyata masih berlanjut. Kedua belah pihak, kini di Pengadilan Tata Usaha Negara bertarung. PAN Junaedi sebagai pihak pengugat dan Menteri Hukum dan HAM Patrialias Akbar sebagai tergugat.

PAN Junaedi Cs menilai surat keputusan yang dikeluarkan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-04.AH.11.01 tahun 2010 tentang pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional ( DPP PAN), hasil Kongres PAN III, Batam adalah cacat hukum.

Denny Lubis, kuasa hukum Junaedi Cs mengatakan, mereka menggugat SK menteri tersebut karena Kongres III PAN di Batam, Januari 2010 berjalan atas dasar akte notaris no 1 tanggal 1 Juni 2005, notaries Muhammad Hanafi. Akte ini oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan no 1129/Pdt.G/2008/PN Jkt.Sel tanggal 20 Januari 2009, telah mempunyai kekuatan hukum tetap tanggal 5 Pebruari, bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

“Setelah kongres PAN ke II di Semarang tahun 2005, perubahan AD/ART dan perubahan kepengurusan dewan Pimpinan Pusat PAN periode 2005-2010 harus diaktenotariskan sebelum di daftarkan ke Departemen Hukum dan HAM, untuk memenuhi persyaratan UU. Hasil kongres Semarang April 2005 menggunakan akte Hanafi didaftarkan ke Menteri Hukum dan HAM berdasarkan surat DPP PAN no PAN/B/KU-SJ/037/V/2005 tanggal 26 Mei 2005. Tapi akte Hanafi itu, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara syah dan menyakinkan diputuskan cacat hukum,” tegas Denny.

Kemudian oleh Departemen Hukum dan HAM mengeluarkan surat No M-03.UM.06.08 tahun 2005 tanggal 8 juni 2005, yang isinya menerima permohonan pendaftaran perubahaan AD/ART PAN yang dinyatakan berdasarkan akta notaries Muhammad Hanafi dan pergantian kepengurusan DPP PAN periode 2005-2010.

Ternyata diketahui perubahan AD/ART yang diaktekan notaries Hanafi 1 Juni 2005 bukan AD/ART asli yang disahkan dalam kongres ke-II PAN di Semarang April 2005, melainkan AD/ART yang telah diubah oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

“ Waktu itu, hal itu dijadikan rekomendasi internal dalam Rakernas I PAN tanggal 14-16 April 2006 di Jakarta. Tapi oleh DPP PAN periode 2005-2010 tidak ditanggapi dan tidak ditindaklanjuti. “ ujar Denny.

Karena AD/ART ini dinyatakan Pengadilan Negeri Jakarta selatan bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hokum, oleh Direktur Jenderal Administrasi Umum Depkuham menyampaikan surat 1 Juni 2009 meminta kepada DPP PAN 2005-2010 untuk menyerakan AD/ART asli hasil kongres II PAN untuk diproses ulang sesuai UU no 31 tahun 2002 tentang partai politik.

Surat Dirjen itu ternyata tidak dibalas alias diabaikan DPP PAN periode 2005-2010 yang saat itu Soetrisno Bachir menjabat sebagai Ketua Umum PAN. Malah DPP PAN secara sadar dan sengaja menggunakan AD/ART yang diaktekan notaries Hanafi untuk menjalankan roda organisasi partai. Memenuhi aturan yang ada, Kongres DPP PAN Ke-III di Batam seharusnya dilaksanakan berdasarkan AD/ART PAN ke II Semarang yang sah dan asli.

Akibat keputusan pengadilan Jakarta Selatan itu, maka keberadaan pengurus PAN baik ditingkat pusat, tingkat wilayah, tingkat daerah, tingkat cabang, hinga ranting periode 2005-2010 dan semua keputusannya yang dihasilkan menjadi tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

DPP PAN Hatta Radjasa sendiri menggunakan Akte AD/ART dan kepengurusan PAN oleh notaries Emi Susilowati dinilai kubu Junaedi juga tidak sah karena perubahanya tetap mengacau kepada akte Hanafi yang oleh pengadilan negeri Jakarta selatan tidak berkekuatan hukum. Ini yang menjadi dasar hukum Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengeluarkan SK mensyahkan Ad/ART dan Kepengurusan PAN.
PAN Junaedi menilai SK Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan AD/ART PAN adalah tindakan.

sewenang-wenang karena adanya pertentangan kepentingan (conflict of interest) dimana Patrialis menjabat sebagai salah satu ketua DPP PAN. Apalag Patrialis mengetahui adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mempunyai kekuatan hukum dan adanya surat Dirjen AHU yang meminta DPP PAN masa Sutrisno Bachir menyerahkan AD/ART PAN asli hasil kongres II PAN Semarang. “Akibatnya DPP PAN bisa disebut partai illegal karena dasar hukumnya cacat,” tegasnya.

Selain itu, tergugat dalam kasus ini Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, sebagai pejabat Tata Usaha Negara telah memberikan contoh yang tidak baik karena telah memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, yang secara sadar dan sengaja mengeluarkan SK. Hal tersebut untuk meletigiti masi akte no 04 tanggasl 8 maret 2010, notaries Emi Susilowati yang didasari akte Hanafi.

Patrialis dinilai tidak cermat dan tidak teliti bahkan telah dengan sengaja melakukan penyimpangan hukum dengan tidak memeprhatikan surat Dirjen AHU yang meminta DPP PAN periode 2005-2010 untuk menyerahkan AD/ART PAN ssli hasil Kongres Batam.

Patrialis sebagai pejabat Negara dinilai mengeluarkan SK yang terang dan jelas melangar UU no 2 tahun 2008 pasal 5 tentang partai poliitk, dimana keharusan setiap partai politik untuk mendaftarkan perubahan AD/ART maupun perubahan kepengurusan harus menyertakan akat notaris yang benar kepada Menteri Hukun dan HAM.

Pihak Denny meminta majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang memeriksa dan mengadili perkara menyatakan SK itu batal. ”Patrialis secara sah dan menyakinkan telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik seperti tertuang dalam pasal 53 ayat (2) tentang perubahan atas UU Peradilan Tata Usaha Negara,” katanya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, mereka meminta majelis untuk mencabut SK menteri itu. Meminta penangguhan pelaksanaan tindak lanjut keputusan TUN. Selain berpengaruh pada pengangkatan dan keabsahan pengrus PAN dari pusat sampai paling rendah. Akan berpengaruh kepada pemilihan pejabat daerah, mulai dari Gubernur, bupati dan walikota.

Denny mengaku, klienya memiliki beberapa bukti. Antara lain, AD/ART ke II Semarang April 2005 yang asli, membuktikan AD/ART yang asli ditandatangani oleh pimpinan sidang pleno dan setiap halamannya di paraf Patrialis. Lalu, hasil rapat kerja nasional Rakernas I DPP PAN di Jakarta April 2006 yang ditandagani oleh Ketua Umum dan sekjen DPP PAN Periode 2005-2010. Berdasarkan hasil Rakernas DPP PAN mengakui adanya perbedaan AD/ART yang digunakan dengan hasil kongres PAN ke II di Semarang. Namun hasil keputusan ini tidak dilaksankan DPP PAN periode 20056-2010.

Foto cofi surat keputusan Menteri Hukum dan HAM RI no M-03.UM.06.08 tahun 2005 tanggal 8 Juni 2005, membuktikan bahwa Patrialis Akbar mengeluarkan keputusan berdasarkan akte yang dikeluarkan oleh notaries Hanafi berdasarkan surat permohonan DPP PAN , tanggal 26 Mei.

Kuasa hukum Menteri Hukum dan HAM, Yusrizal mengatakan akan meminta izin konfirmasi dahulu dengan pengurus PAN, ketika dikonfirmasi via SMS. “Nanti saya izin konfirmasi dengan pengurus PAN yang lain ya pak,” bunyi SMS Yusrizal.

Hingga berita ini diturunkan, setelah beberapa kali dihubungi untuk melakukan wawancara, tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan. Sekjen DPP PAN Taufik Kurniawan saat dihubungi mengatakan agar menghubungi Patrialis yang duduk di DPP PAN sebagai Ketua Advokasi. “Mohon maaf mas, bisa hubungi saudaraku Patrialis sebagai Ketua advokasi DPP PAN. Saya masih di acara Muswil partai,” bunyi pesan singkatnya.

Beberapa anggota DPR dari PAN, seperti Hakam Naja dan Muhammad Najib juga tidak membalas permintaan FORUM untuk melakukan wawancara. Mereka tidak pernah mau membalas SMS yang dilayangkan FORUM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar